Ayat-ayat Alqur’an ada yang turun tanpa sebab atau peristiwa yang mendahuluinya dan ada pula yang turun didahului oleh terjadinya sebuah peristiwa atau karena adanya pertanyaan tentang suatu hal yang terjadi saat itu. Peristiwa tersebut dapat berupa kejadian dalam kehidupan masyarakat shahabat saat itu atau pertanyaan kepada Sang Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut disebut sababun nuzul atau asbabun nuzul.
Para Ulama Ilmu-ilmu Alqur’an (Ulumul Qur’an) telah menggolongkan Ilmu Asbabun Nuzul ini sebagai salah satu cabang penting dari Ilmu Alqur’an sehingga menjadi syarat dan kewajiban bagi seorang penafsir Alqur’an untuk mempelajari dan menguasainya sebelum melaksanakan penafsiran dan analisa ayat alqur’an. Bila hal ini tidak dipenuhi maka ia belum memenuhi kompetensi sebagai Mufassir atau Ahli Penafsir Alqur’an.
Pengetahuan tentang asbabun nuzul sangat penting untuk menjamin ketepatan penafsiran ayat alqur’an sebab tanpa mengetahui faktor ini bisa terjadi kesalahan atau bias dalam memahami ayat tersebut.
Bahkan dikalangan para sahabat atau tabi’in pun kekeliruan memahami ayat dapat terjadi. Hanya saja karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup atau para ulama shahabat masih banyak sehingga kekeliruan yang terjadi dapat segera diluruskan.
Pentingnya pengetahuan tentang asbabun nuzul ini dapat kita buktikan dalam beberapa riwayat yang akan dijelaskan berikut ini. Riwayat-riwayat ini dapat kita temukan pada kitab-kitab Tafsir maupun kitab-kitab Hadits dalam bab tafsir yang terkait dengan ayat tersebut. Sebagai contoh adalah beberapa riwayat berikut ini.
1. Pemahaman terhadap ayat 158 surat Albaqarah tentang status hukum Sa’ie antara bukit Shafa dan Marwah. Firman Allah subhanahu wata’ala :
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Artinya : Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Ada 2 riwayat yang menjelaskan tentang keberadaan Sebab Turunnya ayat ini.
أ - عن عائشة رضي الله عنها أن عُروة بن الزبير قال لها : أرأيتِ قول الله تعالى : { إِنَّ الصفا والمروة مِن شَعَآئِرِ الله فَمَنْ حَجَّ البيت أَوِ اعتمر فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا } فما أرى على أحدٍ جُناحاً ألاّ يطّوف بهما ، فقالت عائشة : بئسما قلت يا ابن أختي ، إنها لو كانت على ما أوّلتها كانت « فلا جناح عليه أن لا يطّوف بهما » ولكنها إنما نزلت أن الأنصار قبل أن يسلموا كانوا يهلّون لمناة الطاغية التي كانوا يعبدونها ، وكان من أهلّ لها يتحرج أن يطوف بالصفا والمروة ، فسألوا عن ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا يا رسول الله : إنّا كنا نتحرج أن نطوف بالصفا والمروة في الجاهلية فأنزل الله : { إِنَّ الصفا والمروة مِن شَعَآئِرِ الله . . . } قالت عائشة ثمّ قد سنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم الطواف بهما فليس لأحدٍ أن يدع الطواف بهما .
ب - وأخرج البخاري والترمذي عن أنس رضي الله عنه أنه سئل عن الصفا والمروة فقال « كنّا نرى أنهما من أمر الجاهلية ، فلما جاء الإسلام أمسكنا عنهما ، فأنزل الله : { إِنَّ الصفا والمروة مِن شَعَآئِرِ الله . . } .
Riwayat tersebut diatas menjelaskan bahwa Urwah bin Zubair pernah mengemukakan pemahamannya terhadap kandungan ayat tersebut yang terdapat kata-kata : ( فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ) yang berarti “Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya”.
Kata-kata tersebut difahami oleh ‘Urwah ibn az Zubair radhiyallahu ‘anhu bahwa kalau begitu tidak ada pula dosa bagi orang yang melaksanakan haji bila tidak melaksanakannya atau dengan kata lain hukum Sa’ie tersebut adalah mubah belaka – sebagaimana yang biasa ditunjukkan kalimat “ Laa Junaaha “ biasanya. Maka sang Bibi nan Mulia ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menjawab apa yang dilontarkan oleh keponakannya itu :
"Buruk sekali apa yang engkau simpulkan itu wahai keponakanku, kalaupun kesimpulanmu itu benar tentu kata-katanya adalah : « فلا جناح عليه أن لا يطّوف بهما » (tidaklah ada dosa bagi yang tidak mengerjakan sa’ie diantara keduanya), akan tetapi sesungguhnya ayat ini turun dengan sebab orang-orang Anshar dulu sebelum masuk Islam bila mereka memulai haji atau umrahnya maka mereka bertalbiah dengan menyebut nama Manat (berhala yang mereka sembah) dan bila sudah begitu maka mereka merasa sungkan untuk melaksanakan sa’ie antara Shafa dan Marwah oleh sebab itu mereka pun bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : wahai Rasulullah kami merasa sungkan untuk sa’ie antara Shafa dan Marwah saat kami berada dalam era Jahiliyyah , maka Allah subhanahu wata’ala pun menurunkan ayat : { إِنَّ الصفا والمروة مِن شَعَآئِرِ الله . . . } . ‘Aisyah berkata : demikian pula Rasulullah telah mencontohkan dengan mengerjakan Sa’ie tersebut maka tidaklah boleh seseorang meninggalkannya.
Sedangkan dari riwayat kedua Imam Bukhari dan Tirmidzi meriwayatkan dari Anas ibn Malik radhiyallahu ‘anha bahwa beliau pernah ditanya tentang hukum sa’ie antara Shafa dan Marwah maka beliau menjawab : dulu kami menganggapnya sebagai perbuatan jahiliyyah dan ketika Islam datang maka kami masih keberatan untuk melaksanakannya , maka Allah subhanahu wata’ala pun menurunkan : {إِنَّ الصفا والمروة مِن شَعَآئِرِ الله . . }
Dengan demikian jelaslah bahwa Allah mengungkapkan dengan perkataan “tidak ada dosa” sebab sebahagian sahabat merasa keberatan mengerjakannya sa'i di situ, Karena tempat itu bekas tempat berhala, dan di masa jahiliyahpun tempat itu digunakan sebagai tempat sa'I, untuk menghilangkan rasa keberatan itu Allah menurunkan ayat ini.
2. Pemahaman terhadap ayat 195 surat al-Baqarah tentang makna “ tahlukah” atau kebinasaan yang dimaksud oleh ayat tersebut. Firman Allah subhanahu wata’ala :
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya : Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Dalam Tafsir ayat ini Ibnu Jarir ath-Thabary meriwayatkan sebagai berikut :
عن ( أسلم أبي عمران ) قال : « كنا بالقسطنطينية ، وعلى أهل مصر ( عقبة بن عامر ) وعلى أهل الشام ( فضالة بن عُبيد ) فخرج صفٌ عظيم من الروم فصففنا لهم ، فحمل رجل من المسلمين على صف الروم حتى دخل فيهم ، فصاح الناس وقالوا : سبحان الله ، ألقى بيده إلى التهلكة ، فقام ( أبو أيوب الأنصاري ) صاحب رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : أيها الناس إنكم تتأولون هذه الآية على هذا التأويل ، وإنما نزلت هذه الآية فينا معاشر الأنصار ، إنّا لما أعزّ الله دينه ، وكثّر ناصريه ، قال بعضنا لبعضٍ سراً دون رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن أموالنا قد ضاعت ، وإن الله قد أعزّ الإسلام ، فلو أقمنا في أموالنا فأصلحنا ما ضاع منها ، فأنزل الله في كتابه يرد علينا ما هممنا به { وَأَنْفِقُواْ فِي سَبِيلِ الله وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التهلكة } فكانت التهلكة الإقامة في الأموال ، وإصلاحها ، وتركنا الغزو » فما زال ( أبو أيوب ) غازياً في سبيل الله ، حتى قبضه الله ودفن بالقسطنطينية .
Seperti yang diceritakan dalam riwayat ini bahwa saat kaum muslimin sedang mengatur barisan demi menghadapi sepasukan besar Tentara Romawi, majulah seorang tentara dari kaum muslimin untuk menyerang dan menerobos kedalam barisan Romawi maka berteriaklah orang-orang : subhanallah ia telah menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan (tahlukah), maka mendengar ini bangkitlah Abu Ayyub al-Anshari yang ikut serta dalam ekspedisi militer ini untuk meluruskan pemahaman kaum muslimin terhadap manuver pejuang gagah berani ini dan dengan lantang menjelaskan : wahai manusia ! kalian telah memaknai ayat ini seperti yang telah kalian ungkapkan tadi padahal ayat ini turun terhadap kami kaum Anshaar bahwa ketika Allah telah muliakan agama Nya dan semakin banyak pendukungnya kami pun saling bercerita sesama kami tanpa sepengetahuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : sungguh kita telah mengorbankan harta kita dan Allah telah memuliakan Islam bagaimana kalau kita sekarang mengurusi harta-harta kita dan mengembangkannya , maka Allah subhanahu wata’ala menurunkan ayat yang menyanggah keinginan kami ini yaitu : وَأَنْفِقُواْ فِي سَبِيلِ الله وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التهلكة
Maka yang dimaksud dengan tahlukah (kebinasaan) itu adalah memusatkan perhatian hanya mengurus dan mengembangkan harta benda dan disaat yang sama meninggalkan berperang dijalan Allah.
Abu Ayyub sendiri terus ikut serta berperang dijalan Allah hingga menemui ajalnya dan dimakamkan di Konstantinopel.
3. Pemahaman terhadap ayat 187 surat al-Baqarah tentang batas waktu memulai puasa dan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam” , seperti yang termaktub dalam riwayatnya :
روي أنه لما نزلت الآية « قال ( عدي بن حاتم ) أخذتُ عقالين : أبيض ، وأسود فجعلتهما تحت وسادتي ، وكنت أقوم من الليل فأنظر إليها ، فلم يتبين لي الأبيض من الأسود ، فلما أصبحتُ غدوتُ إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخبرته فضحك وقال : » إنك لعريض القفا ، إنما ذلك بياضُ النهار وسوادُ الليل
Hatim ibn ‘Adi : akupun mengambil dua iqal (utas tali pengikat penutup kepala) yang satu putih dan yang satu hitam kemudian kuletakkan dibawah bantal. Saat aku bangun dimalam hari aku pandangi keduanya dan belumlah lagi jelas bagiku mana yang putih dan mana yang hitam dan ketika datang pagi hari aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengabarkannya apa yang aku kerjakan sehingga Rasulullah pun tertawa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan benang putih dalam ayat tersebut adalah putihnya warna fajar sedangkan hitam adalah hitamnya warna malam, sehingga ketika fajar telah mulai menampakkan cahayanya dan hitamnya malam telah mulai memudar maka itulah pertanda dimulainya waktu menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa.
Insyaallah menyusul satu bagian lagi dari tulisan ini dalam rangka penjelasan akan pentingnya pengetahuan terhadap Asbabun Nuzul dalam memahami apalagi menafsirkan Ayat-ayat Alqur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar