Jumat, 31 Januari 2014

Menjadi Guru Pesantren : sekedar catatan harian






Tak mudah menjadi guru. Apalagi bagi yang telah menjalaninya – dengan baik , sungguh-sungguh dan penuh penghayatan tentunya . Mulai dari mempersiapkan diri secara mental hingga menyiapkan bahan pengajaran dan perangkat pembelajaran. Belum lagi bila dalam kenyataan di kelas sekian banyak tabiat, sikap dan kecendrungan yang harus dihadapi. Sejumlah urusan birokrasi dan administrasi menunggu untuk diselesaikan secara rutin.
Sama halnya dengan guru lainnya maka tugas pokok guru dipesantren pun tak jauh berbeda. Mengajar. Tetapi dengan mengajar dan tinggal bersama santri dalam komplek pesantren membuat tugas guru didalamnya menjadi lebih kompleks dan tak mudah . Berlebihankah pernyataan saya ?
Silahkan saja anda menilainya dengan mengikuti apa yang saya tuliskan ini. Bukan ingin mengecilkan arti satu jenis guru dan melebihkan jenis guru lainnya tapi sekedar berbagi cerita.
Pak Guru, Bu Guru, kemana Anda pergi setelah tuntas jam pelajaran dan jam kerja Anda di sekolah ? Pulang kerumah bukan ? Atau sebelum pulang singgah atau jalan-jalan dulu lah ketempat yang diperlukan atau yang sekedar diinginkan. Belanja kah atau sekedar cuci mata menghilangkan penatkah atau refreshing setelah tadi menghadapi siswa yang sulit mengerti plus sulit diatur. Terserah dan wajar saja sih yang penting jam kerja sudah kelar.Tapi bila Anda di pesantren jangan harap hal ini bisa segera anda lakukan atau paling tidak tak akan mungkin bisa sering dilakukan.
Aktifitas sudah dimulai jauh sebelum Anda memulai waktu mengajar di kelas. Asrama sudah harus mendapatkan perhatian. Semua santri sudah harus bangun paling tidak setengah jam sebelum azan subuh karena ada program sholat malam dan siap-siap agar tidak terlambat sholat subuhnya. Bagian dari disiplin pesantren adalah saat azan dimulai seluruh santri harus sudah duduk rapi dalam shaff.
Maka pagi-pagi sekali anda harus bangun terlebih dahulu dan harus membangunkan semua santri yang ada dalam pengawasan dan pembinaan Anda dan itu satu tantangan tersendiri. Membangunkan puluhan santri dengan puluhan gaya dan sikap menghadapi acara penyadaran awal tersebut. Ada yang sangat mudah dibangunkan bahkan hanya dengan ketukan dipintu asramanya tapi ada pula yang terpaksa harus disentuh bahkan dipercikkan air ke wajahnya hingga benar-benar bisa sadar dan bangkit dari tidurnya.
Sama halnya dengan teman-teman sesama guru pesantren sekaligus pembina asrama lainnya maka rutinitas ini akan berlangsung setiap hari. Dalam beberapa hari tidak jarang upaya membangunkan ini terpaksa dilakukan berulang-ulang karena memang ada juga santri yang membandel : rebah dan tidur lagi begitu sang Pembina keluar dari pintu asrama, satu hal yang kerap membuat urat marah muncul dan tak jarang pula terkonversi menjadi cubitan atau lontaran lisan bernada keras dan tinggi, astaghfirullah.
Waktunya persiapkan diri untuk ke masjid dan meneruskan kegiatan harian di halaqah kitab atau halaqah qur’an. Dalam jadwal pagi ada pilihan mengajar kitab atau tahsin tahfizh al-Qur’an. Duduk dan menjadi pusat kegiatan dalam halaqah tersebut. Membacakan kitab dan menerangkan isinya atau mendengarkan mereka membacanya berikut upaya membetulkan bacaan atau mengkoreksi hafalan.
Sedikit ada luang waktu sehabis aktifitas ini untuk bersih-bersih diri dan lingkungan tempat tinggal. Habis itu bersiap lagi untuk masuk kelas dengan segala persiapan pengajaran. Kalau masuk tanpa membawa persiapan alamat jadi objek koreksian Pak Kyai atau direktur sekolah dalam pertemuan pekanan, disebut-sebut dan bahkan dimarahi.
Ada waktu liburan? Pesantren biasanya gak kenal waktu libur. Kalaupun ada hari jum’at atau beberapa tanggal merah. Tapi jangan sangka tanggal merah atau libur bisa leluasa memanfaatkan waktu libur suka-suka. Anda haru persiapkan dulu acara santri dan kegiatan apa yang akan dilaksanakan saat libur. Lagi-lagi karena ini sedang dipesantren dan sudah semestinya tidak ada waktu santri yang tidak terisi. Libur pun harus terencana dengan baik sehingga begitu ada hari libur itu artinya ada kegiatan yang sudah direncanakan untuk dilakukan pada waktu tersebut. Tak jarang Anda sendiri pula yang harus menjadi pengarah atau pengisi acaranya atau pembicaranya.
Karena Anda guru pesantren dan tinggal didalam lingkungan pesantren maka Anda harus siap bergerak terus bersama denyut nadi kehidupan didalamnya. Mungkin ada ‘uthlah atau masa libur tetapi Anda bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan : lantas apa kegiatan santri bila Anda libur ? Siapa yang harus bertanggung jawab dan mengawasi kegiatan santri bila kelas dalam keadaan libur tidak pulang ke rumah ?
Semua hal tersebut – dan boleh jadi tidak semuanya terdeskripsikan – membuat tugas seorang guru pesantren menjadi tidak mudah dan lebih kompleks. Linngkungan belajar dan kehidupan disana tidak bisa disederhanakan atau dipahami hanya dengan menggunakan teori-teori pendidikan yang biasa diterapkan di lingkungan sekolah atau madrasah biasa. Maka oleh sebab itu ia menjadi istimewa.
Sudah sepantasnya masyarakat dan pemerintah lebih memperhatikan dan membantu perkembangan institusi pendidikan yang satu ini. Apalagi bila ditinjau dari beberapa aspek lainnya maka kompleksitas kehidupan dan pendidikan di pesanten akan semakin menguatkan betapa sudah seharusnya dukungan dari semua pihak diarahkan kepada pesantren.




1 komentar:

  1. Betul sekali Ustadz... semoga senantiasa diberi kesabaran dan keistiqamahan.... aamiin

    BalasHapus