Sama halnya dengan guru lainnya maka tugas pokok guru
dipesantren pun tak jauh berbeda. Mengajar. Tetapi dengan mengajar dan tinggal
bersama santri dalam komplek pesantren membuat tugas guru didalamnya menjadi lebih
kompleks dan tak mudah . Berlebihankah pernyataan saya ?
Silahkan saja anda menilainya dengan mengikuti apa yang saya tuliskan ini. Bukan ingin mengecilkan arti satu jenis guru dan melebihkan jenis guru lainnya tapi sekedar berbagi cerita.
Silahkan saja anda menilainya dengan mengikuti apa yang saya tuliskan ini. Bukan ingin mengecilkan arti satu jenis guru dan melebihkan jenis guru lainnya tapi sekedar berbagi cerita.
Pak Guru, Bu Guru, kemana Anda pergi setelah tuntas jam
pelajaran dan jam kerja Anda di sekolah ? Pulang kerumah bukan ? Atau sebelum
pulang singgah atau jalan-jalan dulu lah ketempat yang diperlukan atau yang
sekedar diinginkan. Belanja kah atau sekedar cuci mata menghilangkan penatkah
atau refreshing setelah tadi menghadapi siswa yang sulit mengerti plus sulit
diatur. Terserah dan wajar saja sih yang penting jam kerja sudah kelar.Tapi
bila Anda di pesantren jangan harap hal ini bisa segera anda lakukan atau
paling tidak tak akan mungkin bisa sering dilakukan.
Aktifitas sudah dimulai jauh sebelum Anda memulai waktu
mengajar di kelas. Asrama sudah harus mendapatkan perhatian. Semua santri sudah
harus bangun paling tidak setengah jam sebelum azan subuh karena ada program
sholat malam dan siap-siap agar tidak terlambat sholat subuhnya. Bagian dari
disiplin pesantren adalah saat azan dimulai seluruh santri harus sudah duduk
rapi dalam shaff.
Maka pagi-pagi sekali anda harus bangun terlebih dahulu dan
harus membangunkan semua santri yang ada dalam pengawasan dan pembinaan Anda
dan itu satu tantangan tersendiri. Membangunkan puluhan santri dengan puluhan
gaya dan sikap menghadapi acara penyadaran awal tersebut. Ada yang sangat mudah
dibangunkan bahkan hanya dengan ketukan dipintu asramanya tapi ada pula yang
terpaksa harus disentuh bahkan dipercikkan air ke wajahnya hingga benar-benar
bisa sadar dan bangkit dari tidurnya.
Sama halnya dengan teman-teman sesama guru pesantren
sekaligus pembina asrama lainnya maka rutinitas ini akan berlangsung setiap
hari. Dalam beberapa hari tidak jarang upaya membangunkan ini terpaksa
dilakukan berulang-ulang karena memang ada juga santri yang membandel : rebah
dan tidur lagi begitu sang Pembina keluar dari pintu asrama, satu hal yang
kerap membuat urat marah muncul dan tak jarang pula terkonversi menjadi cubitan
atau lontaran lisan bernada keras dan tinggi, astaghfirullah.
Waktunya persiapkan diri untuk ke masjid dan meneruskan
kegiatan harian di halaqah kitab atau halaqah qur’an. Dalam jadwal pagi ada
pilihan mengajar kitab atau tahsin tahfizh al-Qur’an. Duduk dan menjadi pusat
kegiatan dalam halaqah tersebut. Membacakan kitab dan menerangkan isinya atau
mendengarkan mereka membacanya berikut upaya membetulkan bacaan atau
mengkoreksi hafalan.
Sedikit ada luang waktu sehabis aktifitas ini untuk
bersih-bersih diri dan lingkungan tempat tinggal. Habis itu bersiap lagi untuk
masuk kelas dengan segala persiapan pengajaran. Kalau masuk tanpa membawa
persiapan alamat jadi objek koreksian Pak Kyai atau direktur sekolah dalam
pertemuan pekanan, disebut-sebut dan bahkan dimarahi.
Ada waktu liburan? Pesantren biasanya gak kenal waktu libur.
Kalaupun ada hari jum’at atau beberapa tanggal merah. Tapi jangan sangka
tanggal merah atau libur bisa leluasa memanfaatkan waktu libur suka-suka. Anda
haru persiapkan dulu acara santri dan kegiatan apa yang akan dilaksanakan saat
libur. Lagi-lagi karena ini sedang dipesantren dan sudah semestinya tidak ada
waktu santri yang tidak terisi. Libur pun harus terencana dengan baik sehingga
begitu ada hari libur itu artinya ada kegiatan yang sudah direncanakan untuk
dilakukan pada waktu tersebut. Tak jarang Anda sendiri pula yang harus menjadi
pengarah atau pengisi acaranya atau pembicaranya.
Karena Anda guru pesantren dan tinggal didalam lingkungan
pesantren maka Anda harus siap bergerak terus bersama denyut nadi kehidupan
didalamnya. Mungkin ada ‘uthlah atau masa libur tetapi Anda bertanggung jawab
untuk menjawab pertanyaan : lantas apa kegiatan santri bila Anda libur ? Siapa yang
harus bertanggung jawab dan mengawasi kegiatan santri bila kelas dalam keadaan
libur tidak pulang ke rumah ?
Semua hal tersebut – dan boleh jadi tidak semuanya
terdeskripsikan – membuat tugas seorang guru pesantren menjadi tidak mudah dan
lebih kompleks. Linngkungan belajar dan kehidupan disana tidak bisa
disederhanakan atau dipahami hanya dengan menggunakan teori-teori pendidikan
yang biasa diterapkan di lingkungan sekolah atau madrasah biasa. Maka oleh
sebab itu ia menjadi istimewa.
Sudah sepantasnya masyarakat dan pemerintah lebih
memperhatikan dan membantu perkembangan institusi pendidikan yang satu ini.
Apalagi bila ditinjau dari beberapa aspek lainnya maka kompleksitas kehidupan
dan pendidikan di pesanten akan semakin menguatkan betapa sudah seharusnya
dukungan dari semua pihak diarahkan kepada pesantren.
Betul sekali Ustadz... semoga senantiasa diberi kesabaran dan keistiqamahan.... aamiin
BalasHapus