Apalah arti dunia bila sepotong
makanan terlezat telah melewati kerongkongan ? Perbedaan apa yang tinggal makanan lezat yang biasa hanya dimakan para
raja dengan yang biasa dikonsumsi rakyat jelata bila potongannya telah masuk
kedalam saluran pencernaan itu ?
Apalah arti dunia bila begitu
kantuk telah menghilangkan semua rasa tak ada bedanya antara berbaring nyaman
diatas kasur empuk no 1 atau terkapar diatas tanah beralaskan tikar lusuh atau
bahkan tanah tak beralaskan suatu apa ?
Apalah arti dunia wahai para suami
bila anda telah tiba dan melewati “puncak kebersamaan” bersama istri ?
Perbedaan apa yang mungkin masih bisa dirasakan detik-detik itu bila yang
membersamaimu adalah mungkin pemenang lomba ratu sedunia atau dengan “hanya
wanita biasa” ?
Mereka yang telah menggenggam kuasa
dan suatu saat berada dalam kesendiriannya : apa bedanya sebelum menjadi
apa-apa dengan setelah menjadi tak lagi biasa ?
Aduhai itulah kira-kira rasa dunia
wahai warga dunia. Sesaat sebelum ia dicicipi terlihat begitu indah dan
mempesona atau seperti pilihan kata Baginda Nabi –semoga shalawat dan salam
keatasnya - : hijau dan segar – menarik perhatian siapapun yang memandangnya.
Sehingga setiap orang akan berusaha dengan sekuat tenaganya untuk mendapatkan
segala sesuatu yang paling baik, paling indah, paling lezat, paling tinggi,
paling cantik darinya.
Namun apa yang terjadi kemudian
ketika makanan paling lezat itu telah tertelan ? Apa yang terjadi bila yang
paling nyaman telah hilang dari alam sadar ? Apa yang terjadi bila yang paling
cantik dan menarik telah ternikmati ? Apa yang terjadi bila yang paling tinggi
telah digenggam ? Tiada lagi yang membedakannya dengan sesuatu yang tidak
lezat, tidak nyaman, tidak cantik atau tidak tinggi.
Kalau begitu apa gunanya ia dikejar
? Ya, apa gunanya mengerahkan segala daya upaya untuk mencapainya kalau
akhirnya semuanya menjadi sama saja ?
Mungkin pertanyaan ini yang
menggelayuti pikiran mereka yang berpendapat seharusnya dunia dijauhi saja atau
sebaiknya dunia ini biarkan saja berlalu atau sudah selayaknya dunia tidak
boleh ditinggalkan. Cukuplah “ qona’ah” dan “zuhud” saja !
Tuan dan puan nan mulia , tentu
bukan itu maksud dan tujuan saya. Beberapa pertanyaan dan lontaran kata diatas
bukanlah mencerminkan apa pendapat saya. Bukanlah maksud saya mengajak para
pembaca meninggalkan dunia, atau tidak usah bekerja keras mengejar dunia ,
batasi diri hanya dengan makanan sederhana saja atau fasilitas biasa atau cari
istri yang “tak menarik” atau tidak usahlah mengejar kekuasaan dan tahta yang
tertinggi. Bukan. Sekali lagi bukan itu maksud hamba.
Sudah merupakan nilai Islam bahwa
tidak boleh ada dikotomi dunia – akhirat. Tidak boleh terjadi seorang muslim
karena beranggapan dunia ini tak ada apa-apanya sehingga ia hanya berfikir
cukuplah hidup susah saja tak perlu
berupaya agar menggapai apa yang terbaik didunia. Sebaliknya tidak benar pula
bahwa seorang muslim jungkir-balik peras daya upaya mengejar dunia tanpa
memendam niat dan kesadaran bahwa itu semua dalam rangka memperbanyak peluang
menuju keutamaan akhiratnya. Itulah salah satu ciri khas ajaran nan agung ini.
Keseimbangan yang tak boleh terganggu.
Ketika keseimbangan ini tak dijaga
maka lahirlah mereka yang menyerah dengan kesulitan dunia dan tidak mau berupaya
agar paling tidak ia mampu melepaskan ketergantungan diri dari orang lain,
kemudian berkata lebih baik saya mengejar akhirat saja ! Padahal bagaimana
mungkin ia mengejar keuntungan akhirat bila tak punya modal di dunia.
Ataupun disisi lain lahir pula orang
yang sangat bersemangat mengejar kemegahan dan kejayaan dunia tapi melupakan
bahwa itu semua adalah sekedar modal yang diperlukan dalam rangka merebut
kemegahan akhirat.
Jadi silahkan nikmati dunia ini
apakah ia berbentuk hidangan lezat mengundang selera atau ranjang empuk
kualitas tertinggi yang pernah ada atau beberapa orang istri (tidak boleh lebih
dari empat) yang sholihah lagi jelita ataupun kuasa tertinggi yang dapat
menaklukkan siapapun yang melawannya tetapi ingatlah bahwa itu semua hanya
dunia yang harus ditundukkan demi tercapainya tujuan akhirat nan tiada
bandingannya.
Apakah Tuan dan Puan setuju ?
Silahkan jawab dan berinteraksilah dengan tulisan ini. Apakah Tuan dan Puan
mendapatkan cela dari paparan ini ? Tolonglah saya memperbaikinya ! Adakah
manfaat yang terasakan darinya? Saya berharap pahala dari upaya Tuan dan Puan
menyebarkannya ! Kurang lengkap dalilnya ? Kumpulkan saja tapi saya kira inilah
kesimpulan dari beberapa dalil yang saya punya. Apakah masih kurang rasa
lezatnya ? Memang saya tidak mahir betul merangkai kata dan boleh jadi karena
saya pun mungkin masih tergolong orang yang terbuai dengan dunia.
Astaghfirullah al ‘Azhiim Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar