Jumat, 22 November 2013

Menimbang Nilai Dunia





Apalah arti dunia bila sepotong makanan terlezat telah melewati kerongkongan ? Perbedaan apa yang tinggal  makanan lezat yang biasa hanya dimakan para raja dengan yang biasa dikonsumsi rakyat jelata bila potongannya telah masuk kedalam saluran pencernaan itu ?

Apalah arti dunia bila begitu kantuk telah menghilangkan semua rasa tak ada bedanya antara berbaring nyaman diatas kasur empuk no 1 atau terkapar diatas tanah beralaskan tikar lusuh atau bahkan tanah tak beralaskan suatu apa ?


Apalah arti dunia wahai para suami bila anda telah tiba dan melewati “puncak kebersamaan” bersama istri ? Perbedaan apa yang mungkin masih bisa dirasakan detik-detik itu bila yang membersamaimu adalah mungkin pemenang lomba ratu sedunia atau dengan “hanya wanita biasa” ?

Mereka yang telah menggenggam kuasa dan suatu saat berada dalam kesendiriannya : apa bedanya sebelum menjadi apa-apa dengan setelah menjadi tak lagi biasa ?

Aduhai itulah kira-kira rasa dunia wahai warga dunia. Sesaat sebelum ia dicicipi terlihat begitu indah dan mempesona atau seperti pilihan kata Baginda Nabi –semoga shalawat dan salam keatasnya - : hijau dan segar – menarik perhatian siapapun yang memandangnya. Sehingga setiap orang akan berusaha dengan sekuat tenaganya untuk mendapatkan segala sesuatu yang paling baik, paling indah, paling lezat, paling tinggi, paling cantik darinya.

Namun apa yang terjadi kemudian ketika makanan paling lezat itu telah tertelan ? Apa yang terjadi bila yang paling nyaman telah hilang dari alam sadar ? Apa yang terjadi bila yang paling cantik dan menarik telah ternikmati ? Apa yang terjadi bila yang paling tinggi telah digenggam ? Tiada lagi yang membedakannya dengan sesuatu yang tidak lezat, tidak nyaman, tidak cantik atau tidak tinggi.

Kalau begitu apa gunanya ia dikejar ? Ya, apa gunanya mengerahkan segala daya upaya untuk mencapainya kalau akhirnya semuanya menjadi sama saja ?

Mungkin pertanyaan ini yang menggelayuti pikiran mereka yang berpendapat seharusnya dunia dijauhi saja atau sebaiknya dunia ini biarkan saja berlalu atau sudah selayaknya dunia tidak boleh ditinggalkan. Cukuplah “ qona’ah” dan “zuhud” saja !

Tuan dan puan nan mulia , tentu bukan itu maksud dan tujuan saya. Beberapa pertanyaan dan lontaran kata diatas bukanlah mencerminkan apa pendapat saya. Bukanlah maksud saya mengajak para pembaca meninggalkan dunia, atau tidak usah bekerja keras mengejar dunia , batasi diri hanya dengan makanan sederhana saja atau fasilitas biasa atau cari istri yang “tak menarik” atau tidak usahlah mengejar kekuasaan dan tahta yang tertinggi. Bukan. Sekali lagi bukan itu maksud hamba.

Sudah merupakan nilai Islam bahwa tidak boleh ada dikotomi dunia – akhirat. Tidak boleh terjadi seorang muslim karena beranggapan dunia ini tak ada apa-apanya sehingga ia hanya berfikir cukuplah  hidup susah saja tak perlu berupaya agar menggapai apa yang terbaik didunia. Sebaliknya tidak benar pula bahwa seorang muslim jungkir-balik peras daya upaya mengejar dunia tanpa memendam niat dan kesadaran bahwa itu semua dalam rangka memperbanyak peluang menuju keutamaan akhiratnya. Itulah salah satu ciri khas ajaran nan agung ini. Keseimbangan yang tak boleh terganggu.

Ketika keseimbangan ini tak dijaga maka lahirlah mereka yang menyerah dengan kesulitan dunia dan tidak mau berupaya agar paling tidak ia mampu melepaskan ketergantungan diri dari orang lain, kemudian berkata lebih baik saya mengejar akhirat saja ! Padahal bagaimana mungkin ia mengejar keuntungan akhirat bila tak punya modal di dunia.

Ataupun disisi lain lahir pula orang yang sangat bersemangat mengejar kemegahan dan kejayaan dunia tapi melupakan bahwa itu semua adalah sekedar modal yang diperlukan dalam rangka merebut kemegahan akhirat.

Jadi silahkan nikmati dunia ini apakah ia berbentuk hidangan lezat mengundang selera atau ranjang empuk kualitas tertinggi yang pernah ada atau beberapa orang istri (tidak boleh lebih dari empat) yang sholihah lagi jelita ataupun kuasa tertinggi yang dapat menaklukkan siapapun yang melawannya tetapi ingatlah bahwa itu semua hanya dunia yang harus ditundukkan demi tercapainya tujuan akhirat nan tiada bandingannya.

Apakah Tuan dan Puan setuju ? Silahkan jawab dan berinteraksilah dengan tulisan ini. Apakah Tuan dan Puan mendapatkan cela dari paparan ini ? Tolonglah saya memperbaikinya ! Adakah manfaat yang terasakan darinya? Saya berharap pahala dari upaya Tuan dan Puan menyebarkannya ! Kurang lengkap dalilnya ? Kumpulkan saja tapi saya kira inilah kesimpulan dari beberapa dalil yang saya punya. Apakah masih kurang rasa lezatnya ? Memang saya tidak mahir betul merangkai kata dan boleh jadi karena saya pun mungkin masih tergolong orang yang terbuai dengan dunia. Astaghfirullah al ‘Azhiim Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar