Senin, 10 Juni 2013

Tak Bisakah Kita Berjalan Seiring dalam Dakwah ?






وأما موقفنا من الهيئات الإسلامية علي اختلاف نزعاتها ، فموقف حب و إخاء وتعاون وولاء ، نحبها ونعاونها ، ونحاول جاهدين أن نقرب بين وجهات النظر ونوفق بين مختلف الفكر توفيقاً ينتصر به الحق في ظل التعاون والحب .  ولا يباعد بيننا وبينها رأي فقهي أو خلاف مذهبي ، فدين الله يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه . ولقد وفقنا الله إلى خطة مثلي ، إذ نتحري الحق في أسلوب لين يستهوي القلوب وتطمئن إليه العقول ، ونعتقد أنه سيأتي اليوم الذي تزول فيه الأسماء والألقاب والفوارق الشكلية والحواجز النظرية وتحل محلها وحدة عملية تجمع صفوف الكتيبة المحمدية حيث لا يكون هناك إلا إخوان مسلمون ، للدين عاملون وفي سبيل الله مجاهدون :  (وَمَنْ يَتَوَلَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْغَالِبُونَ) (المائدة:56(

“Adapun pendirian kami terhadap organisasi-organisasi Islam dengan berbagai coraknya adalah pendirian yang penuh cinta dan rasa bersaudara, ingin saling tolong menolong dan saling setia, kami mencintainya dan menolongnya  serta berupaya secara optimal untuk mendekatkan pendapat masing-masing, mengkombinasikan antar pemikiran  dengan upaya kombinasi yang memenangkan kebenaran dalam naungan semangat cinta dan tolong-menolong. Tidak kami inginkan pendapat Fiqh atau perbedaan madzhab menjadi faktor yang saling menjauhkan kami , karena sesungguhnya Agama Allah itu mudah dan tidak ada yang mencoba mempersulit ajaran agama ini kecuali ia akan terkalahkan. Sungguh Allah telah memberi kami taufiq berupa rencana program yang ideal yaitu tindakan yang senantiasa berupaya menepati kebenaran dengan pendekatan yang lembut yang akan menarik hati dan diterima baik oleh akal. Kami pun yakin bahwa suatu hari nanti akan luntur semua nama, julukan, dan perbedaan-perbedaan “bungkus” dan penghalang-penghalang teoritis berganti dengan persatuan kerja yang menggabungkan barisan-barisan pasukan Muhammad sehingga tak ada lagi disana kecuali sesama muslim yang saling bersaudara, yang bekerja untuk agama dan berjihad dijalan Allah : “dan barangsiapa yang menyerahkan kesetiaannya kepada Allah dan Rasulnya dan orang-orang yang beriman maka sesungguhnya golongan Allah lah yang akan menang” (al-Maidah : 56) “


Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala yang telah meninggikan kedudukan orang-orang yang berdakwah menyeru kepada jalan Nya. Shalawat dan salam atas tauladan para juru dakwah dan ummat akhir zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menjalankan amanah dakwah dengan sebaik-baiknya, demikian pula atas Keluarganya, para Shahabatnya dan mereka yang setia dengan tuntunannya.

Pertengahan September tahun 1997 , sungguh sebuah pengalaman hidup yang tidak terlupakan. Hari-hari pertama berada dalam lingkungan belajar di Kota Nabi yang damai dan tenang. Sempat terkejut karena disambut panas tak biasa yang langsung menerpa wajah begitu keluar pintu pesawat Saudia yang mengantarkan kami tiba di Bandara Pangeran Abdul Majid Madinah Almunawwarah. Namun panas dan terik cuaca tak mempengaruhi  kedamaian nan terasa di kota berkah ini. Apalagi bila pengalaman itu dirangkaikan dengan sejarah kehidupan dalam dakwah maka sungguh pengalaman yang sulit terlupakan.

Akhirnya saat-saat itu menginjakkan kaki juga di kota Nabi dengan cita menimba sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan dari mata airnya nan murni dan segar. Dalam kampus segera bersua raut wajah sumringah dan berseri teman-teman senegeri  menyambut dan segera mendampingi menyelesaikan urusan registrasi dan proses mendapatkan kamar asrama. Apalagi memang sebagian mereka adalah teman-teman yang dulu juga sama sempat sekolah atau kuliah di tanah air. Semua terasa indah dilingkupi bahagia dan ruh persaudaraan. Semua bersatu tidak tampak sekat dari madrasah atau pesantren mana dulu apalagi dari jama’ah apa anda berasal. Semua tampak menyatu karena memang semuanya dari negeri dan tanah air yang  sama, keyakinan Islam yang sama dan bertujuan sama di tempat ini.

Apakah ada masalah ? Malam pertama berlalu indah dan senyap karena badan pun perlu istirahat habis sembilan jam terbang dan penyesuaian waktu antar negara. Namun tak perlu terlalu lama untuk tersingkapnya sebuah problema. Segera begitu makan malam pertama di aula makan kampus nan luas itu problem itu mulai menampakkan dirinya.

 keesokan harinya suasana gembira dan keakraban yang kemarin terasa begitu indahnya berubah jadi suram dan menyesakkan dada. Sebagian teman satu angkatan kemarin yang masih terlibat tawa canda menjauh dan menjaga jarak dengan sebagian lainnya. Akan halnya para senior yang kemarin terlihat tak ada beda sekarang terlihat berkelompok-kelompok dan bersekat-sekat tak terlihat saling menyapa dan bertukar senyum. Beberapa diantaranya bahkan ketika bertemu melintas menampakkan wajah dan tampang seram bahkan salam tak berbalas salam paling banter sekedar anggukan dan selintas senyum mirip sengir kuda.

Sebagian ada yang gabung kelompok senior sebelah sana dan sebagian tetap ada yang bersama senior sebelah sini. Makan pun jadi tak bisa satu meja. Berjalan dan naik bus ke Masjid Nabi pun jadi harus berbeda kecuali terpaksa. Majlis Ilmu Syaikh yang dihadiri juga harus berbeda. Bagi yang satu hanya ada satu atau dua halaqah saja yang harus dihadiri yang lain tak masuk kriteria dan kalau bisa tak usah dihadiri. Kalau kita berada dalam satu halaqah berarti saudara tapi kalau tidak jangan harap dapat senyum dan sapa.

Baru semalam menginap di asrama setelah berada di lingkungan ilmu tersebut semuanya terlihat berubah dan memaksa saya untuk berfikir memahami kenapa keadaan seperti itu dapat terjadi ? Kenapa keakraban antar para penuntut ilmu dan calon juru dakwah  ini bisa berubah hanya dalam semalam. Berubah dari sebuah keakraban yang tidak membedakan dari lingkungan belajar atau kelompok dakwah mana kita berasal menjadi terkotak-kotak dan bahkan saling menyalahkan dan menjauhi ? Yang paling tidak dapat saya fahami adalah bahwa perubahan ini terjadi hanya dalam rentang waktu satu malam saja.

Bingung ? Wajar saja, karena memang seharusnya dalam lingkungan damai dan ilmiah seperti itu rasanya kok aneh dan ajaib bila semacam ini bisa terjadi. Pertanyaan demi pertanyaan sesungguhnya setiap hari menggelayut dalam benak ini. Apa masalahnya sehingga para pelajar dan calon juru dakwah ini diawal keberadaannya mempersiapkan diri dengan ilmu pengetahuan warisan Nabi di kota Nabi yang penuh berkah ini terpecah dan terkotak-kotak serta saling menjauhi dan saling menyalahkan, tidak saling menyapa, tidak saling tersenyum dan bahkan tidak mau membalas salam saudaranya.

Bila dalam masa menuntut ilmu saja seperti itu kenyataannya bagaimana nanti setelah pulang atau bertemu medan atau jamaah binaan di tanah air ? Adakah permasalahan seperti ini nanti tidak akan terbawa ke medan perjuangan dan dakwah ditanah air ? Akan semua ini berlalu ketika pulang nanti ? Apa yang bakal terjadi kelak ?

Waktu terus berjalan dan keadaan tetap seperti itu hingga saya selesai dan harus meninggalkan semua fasilitas dan kesenangan belajar di kampus berkah itu. Banyak dari pertanyaan tadi mendapatkan jawabnya saat keterlibatan dalam dunia dakwah dan pergaulan di tanah air kemudian. Kenyataan demi kenyataan terpampang didepan mata dan terhubungkan dengan fenomena kehidupan yang sempat dirasakan dihari-hari yang sudah terlewatkan tadi.

Perbedaan antar juru dakwah dan gerakan dakwah adalah kenyataan pahit yang masih bisa kita saksikan saat ini. Dilengkapi dengan sikap-sikap merendahkan, sinisme dan bahkan tuduhan-tuduhan keji yang sama sekali jauh dari semangat toleransi keislaman dan ruh persaudaraan sesama muslim. Perbedaan pendapat yang seharusnya menambah indah cakrawala ukhuwwwah menjadi mendung hebat yang menyalakan kilat dan menyemburkan api-api yang membakar sesama saudara penghuni bumi dakwah dibawahnya.

Suasana menjadi tak sehat lagi karena sesama saudara penyeru dakwah saling menyalahkan dan merendahkan. Timbul anggapan bahwa “Aku yang benar dan penghuni surga sedangkan yang lain pergi aja ke neraka.” “Kawan itu sudah melenceng dan jadi ahli bid’ah.” “Kelompok itu sedikit ilmu dan nggak nyunnah.” “Syekh nya aja udah nggak bener apalagi pengikutnya”. “dia nggak semanhaj dengan kita”. Tak ada penghargaan terhadap kitab, sikap dan pernyataan tertulis, yang ada hanya tunjuk hidung dan lemparkan tuduhan : “ente salah dan ente tipe ahli neraka”. Pokoknya panjang deh jadinya. Menyedihkan memang tapi itulah sebagian kenyataannya.

Padahal kalau kita baca baik-baik ungkapan diawal tulisan ini maka rasanya selesailah sudah  masalah. Tidak usah dicari siapa yang mengucapkan atau menuliskan itu, cukup dibaca dan direnungkan saja. Itu bukan tulisan asal ketemu atau tak ada sumbernya. Saya pastikan ada sumbernya dan sangat mudah untuk ditunjukkan. Tapi sudahlah baca aja dulu ungkapan itu dan renungkan kemudian hubungkan dengan ajaran Islam ini pasti ketemu deh landasan kokohnya.

Besar harapan saya tentunya keadaan yang terceritakan diawal tulisan ini yang berlanngsung 16 tahun yang lampau itu telah berubah menjadi lebih baik seiring dengan dinamika dan perubahan yang terjadi di medan dakwah tanah air. Sudah lebih banyak mudah-mudahan intelektual dan juru dakwah bijaksana yang telah kembali dan melaksanakan aktifitas dakwah di tanah air dan membawa hikmah kebijaksanaan dakwah bersamanya. Bukan kembali untuk semakin memperlebar perbedaan.

Apa yang disampaikan dalam awal tulisan ini itulah seharusnya sikap dan pendirian semua aktifis, juru dakwah, tokoh dan organisasi Islam menghadapi kenyataan berbilangnya wahana dakwah dan kecendrungan aktifisnya. Menjadi pandangan dan sikap semua aktifis dan wahana dakwah yang menyatakan kesetiaannya pada Allah, Rasulnya dan Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Karena pada hakekatnya kita semua bersaudara dan bersatu tujuan meniti jalan surgawi untuk menegakkan kebenaran dan panji Ilahi Rabbi diatas dunia ini.


Bukankah indah merona bila kita semua berjalan seiring dalam menyeru ummat menuju kebaikan dan menegahnya dari keburukan walau berlainan wahana serta ada segi-segi yang sedikit berbeda antar kita. Bukankah menjadi lebih produktif dan mempercepat jalan kemenangan bila semua kita serius dan fokus melibatkan diri dalam kerja-kerja dakwah tanpa harus mencela dan menyudutkan sesama saudara? Bila ada yang kurang sesuai atau tak begitu sempurna ada aturan saling manasehati sesama kita. Mari beriring, bekerja sama dan bahu membahu membangun menggapai surga. Mau ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar