Kamis, 20 Maret 2014

Dahsyatnya Cinta dan Tanda Kesempurnaannya

Cinta dalam Hidup Kita.

Zaman ini begitu lekat dengan karya seni atau lagu bertema cinta. Rasanya tak ada penyanyi yang tak mendendangkan lagu bertema cinta. Entah itu berisi suasana hati yang riang ceria karena sedang menemukan sesuatu yang disebutnya cinta ataupun ungkapan galau dan kesedihan karena diputus dari cinta. Pendek kata favoritnya zaman ini sesuatu yang katanya cinta, cinta dan cinta.


Bahwa cinta adalah faktor yang sangat penting dalam jiwa untuk mendorong diri mengerjakan sesuatu, meraih sebuah impian,mencapai sebuah tujuan,mewujudkan keinginan. Karena ada cinta yang besar terhadap sesuatu maka dengan mudah pengorbanan dilakukan demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Walaupun didepan tegak berbagai penghalang, dihadang berbagai hambatan tidak akan menyurutkan langkah dan upaya mencapai cita-cita.

Semua bentuk penghalang dan kendala tidak akan dihiraukan bila memang cinta telah bersemi dalam hati. Kata para pecinta : gunung tinggi kan kudaki, samudra dalam kan kuselami, lautan luas kan kusebrangi, tebing terjal kan kulintasi, asalkan tercapai apa yang tersemat dalam asa. Bahkan cukup banyak terjadi sesuatu yang secara rasional sulit terwujud dan bisa jadi tak mungkin dalam pandangan akal dapat terlaksana karena dorongan cinta yang luar biasa dalam jiwa penggapainya.

Oleh sebab itu cinta sangat penting dan mempunyai peranan yang besar dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugas kita. Alangkah baiknya bila sebelum mengerjakan sesuatu ditimbulkan terlebih dahulu rasa cinta dalam diri orang yang melaksanakannya. Itulah mungkin salahsatu hikmah adanya targhib – motivasi – dalam ayat-ayat Alqur’an atau hadits-hadits Rasulullah yang berbentuk penjelasan atas fadhail atau keistimewaan suatu amal perbuatan sekalipun sebenarnya sebuah amal itu wajib hukumnya dikerjakan apakah ada cinta atau pun tidak.

Kewajiban Sholat 5 waktu contohnya. Ibadah yang tidak ada tawar menawar dalam kewajibannya dalam segala sifat dan kondisi. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membangun cinta dan kesenangan bagi jiwa pelaksananya dengan memberikan gambaran fadhilah atau keutamaannya dengan berkata : ia laksana sebuah sungai yang mengalir didekat rumah seseorang dari kamu dan 5 kali dalam sehari kamu mandi padanya maka adakah lagi kira-kira kotoran yang menempel dibadan orang tersebut ? demikian pula Sholat. Dan begitulah cara agama ini menyuruh kita agar mempraktekkannya dengan penuh cinta.

Cinta yang tertanam dalam hati terhadap sesuatu tugas pun akan membawa pengaruh yang sangat besar atas keberhasilan tugas tersebut dan bahkan dapat mendatangkan banyak hal luar biasa. Berbeda halnya ketika seseorang hanya mengerjakan suatu tugas atas paksaan belaka atau dengan diliputi rasa takut atas sanksi saja atau sekedar melepaskan tanggung jawab belaka.

Tauhid dan Cinta.

Dalam bahasan tauhid pun masalah cinta ini tak luput dibicarakan bahkan menempati posisi pembahasan yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena cinta atau yang juga disebut hubb atau mahabbah adalah salahsatu jenis amal qalbi (hati) yang harus diarahkan hanya kepada arahnya yang benar dan tepat. Bahkan kesalahan dalam menempatkan cinta bisa berakibat fatal dalam merusak tauhid kita selaku hamba Allah subhanahu wata’ala. 

Oleh sebab itu rasa cinta atau mahabbah itu adalah yang diserahkan setinggi-tinginya pada Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya tidak ada yang lain. Tidak ada cinta lain yang lebih tinggi selain cinta yang ditundukkan kepada Allah dan Rasulnya. Kalaupun ada cinta pada sesama atau selain Nya maka cinta itu ada dalam kerangka cinta pada keduanya dan tidak boleh berseberangan dengannya.

Itulah sebabnya kenapa Allah menegur dalam at-Taubah : 24 :
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

Adalah sesuatu yang fitri dan alami bila kita mencintai mereka orangtua kita, anak-anak kita, harta dan usaha kita akan tetapi semua hal yang dicinta ini tidak boleh mengalahkan cinta hakiki yang membuat kita hanya mempersembahkan semua rasa cinta itu kepada Allah semata. Hal ini juga berarti bahwa ketika semua rasa cinta akan hal-hal tersebut diatas nyata-nyata bertentangan dengan cinta kepada Allah dan Rasulnya maka cinta kepada Allah dan Rasulnya lah yang harus didahulukan.

Sama seperti yang telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam dialognya bersama Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu : “ pada suatu ketika kami bersama Rasulullah dan ia menggamit tangan Umar, maka Umar berkata kepada Rasulullah : wahai Rasulullah, sungguh engkau paling kucintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri, maka Rasulullah berkata : tidak, demi Allah yang jiwaku ada dalam genggamannya : (tak sempurna cintamu itu) hingga Aku lebih engkau cintai dari dirimu, maka Umar pun berkata : sesungguhnya sekarang demi Allah engkau lebih kucintai dari diriku sendiri, maka berkatalah Rasulullah : sekaranglah wahai umar ( sempurna cintamu itu ).

Kecintaan yang besar kepada Allah dan Rasulnya inilah yang mendorong para shahabat dan kaum muslimin sepanjang zaman berprestasi dan berkorban untuk agama dan ummatnya. Rasa cinta yang besar telah membuat Bilal bin Rabah sabar menghadapi siksaan majikannya ditengah panasnya padang pasir Makkah,  Ali bin Abi Thalib rela menggantikan posisi Rasul diatas tempat tidurnya ketika beliau akan hijrah. Cinta pula yang membuat Khubaib rela terpotong-potong tubuhnya ditangan Kuffar Quraisy sekalipun mereka menawarkan kesenangan asalkan ia mau berkhianat kepada Muhammad yang begitu dicintainya.

Maka sekali lagi cinta dalam ajaran agama ini bukankah sesuatu yang remeh dan kecil. Ia bukan sesuatu yang boleh dipermainkan begitu saja. Salah menempatkannya dapat menodai kesempurnaan tauhid dan keimanan kita. Sudah seharusnya kita tempatkan ia pada posisinya yang benar. Posisi teratas dan terutama dalam setiap langkah dan tindakan kita.

Cinta tidak boleh dijadikan sekedar mainan kata-kata dalam lagu-lagu kita apalagi dengan konsepsi cinta yang haram dan tak ada nilainya karena hanya berputar disekitar syahwat pada kekasih dunia – haram pula statusnya - karena itu degradasi atas kedudukannya yang agung.

Tanda Sempurnanya Cinta

Seharusnyalah cinta itu tampak dalam tanda-tandanya sebagaimana disebutkan para Ulama :

Satu : cinta itu mendorong kita untuk selalu ingat dan rindu bertemu Allah serta mendapatkan ridhanya. Dalam mahabbah terhadap Rasul pun harus muncul kerinduan bertemu dengannya kelak di surga.

Dua : sedia berkorban asalkan agama Allah ini tegak dan jaya. Sedia berkorban asalkan marwah Rasulullah tegak dan tak boleh dilecehkan. Berkorban apa saja seperti kata saudara-saudara kita : “bendha, bahu, pikir dan lek perlu nyawane pisan “ – bil amwal wa bil anfus.

Tiga : dan ini sangat penting : siap menjalankan perintah-perintahnya serta rela meninggalkan semua yang dilarangnya. Ini mungkin puncak dari kecintaan itu karena ia telah berhasil menjelma dari sekedar klaim puji-pujian atau kata-kata menjadi praktek nyata dipanggung kehidupan kita.

Empat : bersedia menolong agama  dan syariatNya serta Sunnah-sunnah Rasulnya. Apa arti dari sebuah kata-kata cinta bila kita tak mau berjuang membela dan mempertahankannya. Apalagi ditengah serbuan berbagai faham dan kekuatan saat ini yang tidak senang Agama Allah ini menang dan eksis ditengah percaturan dunia.


Inilah sekelumit dari konsepsi cinta dalam Islam nan agung ini. Bisa jadi berat terdengarnya dan begitu berat namun itulah yang seyogyanya harus dilaksanakan bila benar dan jujur cinta kita pada Allah dan Rasulnya. Yaa Allah berikan Kami cinta Mu, tolong Kami untuk menyerahkan cinta Kami pada Mu, dan untuk dapatkan cinta orang-orang yang mencintai Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar