Adanya
tingkatan dan status yang berbeda antara satu bentuk ibadah atau amal dengan
amal lainnya. Istilah hukum islam atau fiqh membagi segala amal yang dilakukan
oleh seorang muslim menjadi lima status. Wajib,Sunnah,Haram, Makruh dan Mubah.
Pembagian status tersebut didasarkan atas dalil dalil yang mendasari hukum
perbuatan itu sendiri.
Dalil
yang berupa ayat alqur’an atau hadits Nabi ada yang mengandung perintah dan ada
yang mengandung larangan.Bila dalil itu mengandung perintah ada perintah yang
begitu tegas dan gamblang menyatakan perintah sehingga melahirkan sebuah
kewajiban melaksanakannya.
Tetapi
ada pula perintah yang disertai dengan beberapa alasan lain yang menyebabkan
tingkat ketegasan perintah tersebut berkurang sehingga konsekwensinya tidaklah
melahirkan kewajiban seperti jenis sebelumnya.
Demikian
pula halnya sebuah dalil yang berupa larangan adakalanya menyatakan larangan
tegas ada pula yang tidak tegas atau dapat dipengaruhi faktor lain yang
menyebabkan ketegasannya berkurang.
Ada
pula sebuah amal yang tidak ditentukan secara langsung dan jelas statusnya
karena memang tidak ada dalil yang melarang atau memerintahkannya.
Untuk
menentukan tingkat ketegasan dan kegamblangan sebuah perintah atau larangan
dalam sebuah dalil juga telah dikenal dengan kaidah kaidah dalam dunia hukum
Islam atau Ushul Fiqh.
Demikianlah
Islam dan ajaran-ajarannya yang sangat indah dan berwarna-warni ini.Sungguh
sebuah keteraturan dan kerapian yang tak akan mungkin berasal dari seorang
manusia yang penuh dengan keterbatasan dan kekurangan sepandai dan setinggi
apapun ilmunya.Tanpa ragu kita harus meyakini semua ini datang dari Sang Maha
Bijaksana Allah subhanahu wata’ala.
Sayangnya
praktek keislaman kita sering kali tidak mencerminkan keindahan dan keteraturan
itu.Bapak-bapak haji kita begitu bersemangat haji atau umrah berkali-kali
sementara lingkungan atau tetangganya masih kumuh dan sulit mencari dana
operasional madrasah atau masjidnya.
Akan
halnya perempuan-perempuan kita bergitu bersemangat beribadah atau pengajian
tapi tidak disiplin dengan menutup auratnya.Ada seorang ibu yang begitu telaten
mengajak dan melatih anak-anaknya sholat dan bahkan berpuasa sunnah – luar
biasanya sang anak jadi patuh dan terbiasa – namun ketika diajak menutup
auratnya secara syar’ie ia berkilah belum siap.
Bukanlah
hal aneh bila kita masih menemui perdebatan hangat dan bahkan bisa sampai
mengantarkan kepada perseteruan antar jama’ah tentang permasalahan berapa
sebenarnya jumlah raka’at sholat tarawih yang seharusnya dilaksanakan apakah 8
atau 23 ? Sehingga masalah sunnah ini dapat membuat kita menjadi mengabaikan
yang wajib yaitu kewajiban bersatu dan saling menghargai antar pribadi muslim.
Mari
kita perkokoh wawasan keislaman kita sehingga kita dapat dengan baik membedakan
prioritas dan tingkatan antar permasalahan dan upaya praktek keislaman kita
sehingga sedikit demi sedikit permasalahan ini menjadi lebih jernih dan dapat
difahami ummat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar