Kamis, 21 Maret 2013

Belajar Fiqh dengan pendekatan Madzhab (1)








Kembali kepada Alqur’an dan Sunnah

Idea dasar yang biasa muncul dalam wacana dan diskusi keislaman kita saat ini adalah keharusan untuk kembali kepada Alqur’an dan Sunnah. Konsekwensi dari pelaksanaan idea ini adalah setiap pembicaraan atau pendapat haruslah memiliki dasar dan landasan yang kuat dari kedua sumber Islam tersebut.Demikian pula maka segala hal yang ada saat ini harus dikritisi dengan menggunakan kacamata keduanya apakah baik dan buruknya, salah dan benarnya.
Komitmen yang kuat atas hal ini telah memasuki segala bidang kehidupan.Termasuk pula didalamnya sikap kritis atas tradisi amaliyah masyarakat dan apa yang dipelajari dalam bidang Fiqh. Sehingga muncullah seruan agar mengambil kesimpulan hukum fiqh dan mempelajarinya langsung dari sumbernya yaitu Alqur’an dan Sunnah.
Pada dasarnnya tentu saja semangat dan ide ini sangatlah baik dan memang seperti itulah seharusnya. Bukankah baik buruk dan maju mundurnya ummat ini sangat berbanding dengan kesetiaan dan keteguhannya dalam mempedomani dan menerapkan kedua sumber utama tersebut?
Bila dikaitkan dengan Fiqh maka ia adalah apa yang diamalkan dalam Islam dari aspek praktisnya.Sudah barang tentu dasarnya haruslah Alqur’an dan Sunnah sehingga hubungan antara fiqh dengan kedua pedoman tersebut amatlah erat. Fiqh itu dalil utamanya adalah ayat dan hadits maka pasti kesimpulan hukum yang terhimpun dalam fiqh bersandar pada kedua hal itu.
Para tokoh dan Imam dalam Madzhab Fiqh pun sependapat bahwa dalil utama mereka adalah alqur’an dan sunnah dan bila pendapatnya bertentangan dengan keduanya maka hendaklah pendapatnya itu dikesampingkan saja dan jangan dipakai sebagai hukum.

Perbedaan Pendapat Fiqh

Masalahnya,  sekalipun mereka sepakat dalam hal mendasar ini kenapa kita justru mendapati mereka ternyata berbeda pendapat dalam menghadapi banyak masalah hukum sebagaimana yang dapat kita temukan dalam kitab-kitab fiqh perbandingan ? Bukankah dalil mereka sama ?
Jangankan pada masa Imam-imam Madzhab yang lahir pada masa-masa akhir sedangkan pada masa para shahabat pun  perbedaan pendapat itu telah terjadi padahal mereka hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan belum jauh dari masa kefasihan bahasa Arab yang merupakan bahasa ayat dan hadits.
Sebagai contoh dapat kita lihat perbedaan pendapat shahabat dalam memahami titah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk jangan melaksanakan sholat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.Mereka pun berbeda pandangan dalam kewajiban mengulang kembali sholat dan wudhu’ yang dilakukan dengan tayammum setelah mendapatkan air dalam hal waktu sholat belum lagi habis.
Ketika peristiwa-peristiwa ini terjadi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam masih hidup dan siapa pula yang meragukan kefahaman dan kemampuan para shahabat mulia ini dalam bahasa Arab ? Bukankah mereka inilah tokoh dan ahlinya ? Akan tetapi kenapa perbedaan masih saja terjadi ?
Melangkah ke masa sesudah mereka pada periode berikutnya penelitian dan studi terhadap hukum-hukum Fiqh berkembang pesat hingga melahirkan khazanah fiqhiyah yang begitu besar dan luas. Lahir bintang – bintang Ulama dilangit zaman dab bersinar terang benderang. Rahim para muslimah seakan tak berhenti melahirkan tokoh-tokoh bidang yang sangat penting ini. Para ulama bintang zaman itu tumbuh dan menjadi matang dengan tradisi ilmiahnya masing-masing dan bersama itu pula lahirlah pendapat fiqh yang berbeda-beda pula dari mereka.
Para Ulama yang memiliki madzhab tersendiri bermunculan dengan ragam corak pengambilan keputusan hukum yang sangat bervariasi. Hasilnya terbentuklah madrasah atau aliran pemikiran fiqh yang bermacam-macam. Masing –masing madrasah mengeluarkan karya tulis sesuai dengan corak metodologi pengambilan keputusan fiqhnya sendiri.
Karya- karya tersebut didukung oleh para murid dan pendukung madzhab meneruskan dan mewariskan serta menyebarkan warisan karya para ulama tersebut dengan mengajarkan dan memberi keterangan atau catatan lanjutan atas kitab karya para ulama tersebut. Para murid dan alumni masing-masing madrasah itu dikemudian hari bertebaran dan ikut mengembangkan corak masing-masing ke seantero belahan dunia Islam bersamaan dengan perkembangan wilayah-wilayah Islam.
Akibat dari penyebaran dan pengembangan tersebut maka dikemudian hari pengaruh masing-masing madzhab dapat dirasakan pada masing-masing wilayah.Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya akan sangat berbeda “rasa” dan corak tradisi fiqhnya dengan Saudi Arabia atau Maroko atau wilayah Asia Tengah.

Akibat Perbedaan dan Problem Pelajar Fiqh.

Keragaman sebagaimana yang diceritakan diatas telah melahirkan beraneka ragam pendapat dan pengamalan praktis pada satu masalah fiqh. Ribuan jilid karya-karya besar fiqh tersebar diseluruh dunia hingga saat ini. Kompleksitas problematika dan keanekaragaman karya-karya fiqh ini tentu saja membuat para pelajar dan ulama fiqh dikemudian hari kesulitan dalam menguasai materi-materi fiqh secara lengkap dan menyeluruh.
Satu permasalahan saja bisa jadi minimal memiliki 4 jawaban yang berbeda sesuai dengan madzhab mana yang menjawab dan sejalan dengan metode pengambilan kesimpulan hukum (istinbath) yang diikuti padahal fiqh menyangkut seluruh aspek amaliyah ibadah maupun muamalah dalam kehidupan. Sehingga dapat kita bayangkan betapa luas dan banyaknya materi  yang harus ditelusuri dan dipelajari. Jadi apa yang harus kita lakukan agar belajar fiqh dan beramal menjadi lebih mudah ?
Jawabannya ada pada cara dan pendekatan yang kita lakukan dalam upaya belajar itu dan salahsatu cara yang telah berlangsung berabad-abad dalam masyarakat dan dunia Islam adalah belajar dengan menggunakan pendekatan salah satu madzhab fiqh yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar