Aqiqah setelah hari ketujuh[1]
Pertanyaan tentang penyembelihan ‘Aqiqah
lewat dari hari ketujuh sering kali saya terima. Biasanya karena ketidakmampuan
sang Ayah atau keluarga untuk melaksanakan sunnah ini pada waktunya yaitu pada
hari ketujuh.
Ada beberapa sumber yang saya coba
telusuri termasuk kitab-kitab Fiqh yang ada pada perpustakaan saya.
Kesimpulannya sebagaimana yang saya tulis berikut ini. Mudah-mudahan bermanfaat
dan dapat didiskusikan bila terdapat perbedaan pandangan.
Aqiqah hukumnya sunnah dilaksanakan pada
hari ketujuh kelahiran jabang bayi. Apabila tidak dapat dilaksanakan pada hari
tersebut maka dilakukan pada hari keempat belas atau hari keduapuluh satu[2].
Boleh juga dilaksanakan dalam rentang waktu tersebut sebelum hari keempat belas
atau sebelum hari kedua puluh satu[3].
Bila sudah lewat hari kedua puluh satu boleh pada bilangan kelipatannya (hari
ke 28 atau ke 35 dan seterusnya)[4]
atau pada waktu kapanpun[5].
Kalaupun tidak dapat dilaksanakan dan
kemudian si anak mencapai umur baligh bahkan kemudian bekerja dan sudah punya
penghasilan sendiri maka tidaklah wajib baginya untuk melaksanakan aqiqah bagi
dirinya. Kalaupun tetap ingin melaksanakan maka itu adalah kewajiban orangtua
bukan kewajiban si anak sekalipun ia telah dewasa dan berpenghasilan sendiri[6].
[1] Referensi utama kitab Al-Mughni Ibnu Qudamah vol 13
hlm 396, al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab vol 8 hlm 411, Fiqh Sunnah vol 3 hlm 280
dan al-Mufashshal vol 9 hlm 307.
[2] Sesuai riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan
dalam masalah ini riwayat ‘Aisyah dapat dipandang sebagai dalil tauqify atau
bukan ijtihadi sehingga boleh dijadikan hujjah (dalil).
[3] Karena yang penting maksud dari penyembelihan ‘aqiqah
itu sendiri telah tercapai sekalipun tidak pada hari keempat belas maupun
keduapuluh satu.
[4] Diqiyaskan terhadap riwayat ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha diatas.
[5] Karena hukumnya adalah mengqodho’ sebuah amal yang
waktunya telah lewat maka tak terbatas kapanpun seperti qodho’ menyembelih
udh-hiyah dan lainnya.
[6] Atha bin Abi Rabah dan Hasan al-Bashri berpendapat
bahwa ia dapat saja melaksanakan ‘aqiqah atas dirinya sendiri karena ibadah ini
berkaitan dengan dirinya dan ia laksana barang gadaian hingga dapat ditebus
maka seyogyanyalah ia menebus dirinya bila ia memiliki kemampuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar