Rabu, 20 Maret 2013

Hukum Aqiqah Setelah Hari Ketujuh


Aqiqah setelah hari ketujuh[1]
Bila akikah tidak mampu dilaksanakan pada hari ketujuh sebagaimana disunnahkan maka bolehkah dilaksanakan setelah waktu tersebut ?
Pertanyaan tentang penyembelihan ‘Aqiqah lewat dari hari ketujuh sering kali saya terima. Biasanya karena ketidakmampuan sang Ayah atau keluarga untuk melaksanakan sunnah ini pada waktunya yaitu pada hari ketujuh.
Ada beberapa sumber yang saya coba telusuri termasuk kitab-kitab Fiqh yang ada pada perpustakaan saya. Kesimpulannya sebagaimana yang saya tulis berikut ini. Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat didiskusikan bila terdapat perbedaan pandangan.
Aqiqah hukumnya sunnah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran jabang bayi. Apabila tidak dapat dilaksanakan pada hari tersebut maka dilakukan pada hari keempat belas atau hari keduapuluh satu[2]. Boleh juga dilaksanakan dalam rentang waktu tersebut sebelum hari keempat belas atau sebelum hari kedua puluh satu[3]. Bila sudah lewat hari kedua puluh satu boleh pada bilangan kelipatannya (hari ke 28 atau ke 35 dan seterusnya)[4] atau pada waktu kapanpun[5].
Kalaupun tidak dapat dilaksanakan dan kemudian si anak mencapai umur baligh bahkan kemudian bekerja dan sudah punya penghasilan sendiri maka tidaklah wajib baginya untuk melaksanakan aqiqah bagi dirinya. Kalaupun tetap ingin melaksanakan maka itu adalah kewajiban orangtua bukan kewajiban si anak sekalipun ia telah dewasa dan berpenghasilan sendiri[6].




[1] Referensi utama kitab Al-Mughni Ibnu Qudamah vol 13 hlm 396, al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab vol 8 hlm 411, Fiqh Sunnah vol 3 hlm 280 dan al-Mufashshal vol 9 hlm 307.
[2] Sesuai riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan dalam masalah ini riwayat ‘Aisyah dapat dipandang sebagai dalil tauqify atau bukan ijtihadi sehingga boleh dijadikan hujjah (dalil).
[3] Karena yang penting maksud dari penyembelihan ‘aqiqah itu sendiri telah tercapai sekalipun tidak pada hari keempat belas maupun keduapuluh satu.
[4] Diqiyaskan terhadap riwayat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha diatas.
[5] Karena hukumnya adalah mengqodho’ sebuah amal yang waktunya telah lewat maka tak terbatas kapanpun seperti qodho’ menyembelih udh-hiyah dan lainnya.
[6] Atha bin Abi Rabah dan Hasan al-Bashri berpendapat bahwa ia dapat saja melaksanakan ‘aqiqah atas dirinya sendiri karena ibadah ini berkaitan dengan dirinya dan ia laksana barang gadaian hingga dapat ditebus maka seyogyanyalah ia menebus dirinya bila ia memiliki kemampuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar