Pekerjaan besar untuk menjadikan nilai-nilai Islam
dan kebenaran menjadi pemimpin dan pengayom ummat tidak dapat dipisahkan dari
terbentuknya keluarga-keluarga muslim. Tanpa terbentuknya keluarga-keluarga
muslim yang baik tentu tidak dapat dibayangkan munculnya sebuah masyarakat
muslim yang baik dan kita cita-citakan. Oleh sebab itu perhatian terhadap
pembangunan keluarga muslim adalah suatu hal yang sangat logis, urgen dan
strategis dalam pembentukan masyarakat muslim.
Pembangunan dan pengembangan keluarga muslim harus
diupayakan secara serius dan menyeluruh karena pada langkah pertama pembangunan
ummat ini sudah lahir individu-individu muslim yang sadar dan terbina dengan
pembinaan yang juga telah berjalan secara menyeluruh. Pembentukan dan pembinaan
individu akan mubazir bila tidak diarahkan kepada wahana aktualisasinya dalam
bentuk rumahtangga muslim.
Saat rumahtangga muslim itu terbentuk maka ada
tanggung jawab yang harus dipikulnya sehingga mata rantai sebuah cita-cita
agung menuju terwujudnya ummat terbaik tidak akan terputus. Tanggung jawab itu
berarti sesuatu yang akan menjadi pertanyaan Allah subhanahu wata’ala kelak di
akhirat dan setiap rumah tangga muslim akan mendapatkan perhitungan atas
pelaksanaan tanggung jawab tersebut. Dalam bahasa Arab disebut “mas-uuliyyah”
atau responsibility dalam bahasa Inggris.
Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku
mendengar Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wassallam bersabda:
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْهُمْ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ
مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْهُ، أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : "Ketahuilah bahwa kalian semua adalah pemimpin, dan
kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin di antara manusia dia
akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi
keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin
dalam rumah tangga serta anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang
mereka. Budak/ pembantu adalah pemimpin dari harta tuannya dan dia akan ditanya
tentangnya. Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kalian akan
ditanya tentang tentang kepemimpinannya" (HR Bukhari dan Muslim)[1]
Tanggung
Jawab Imani (Keimanan)
Tanggung jawab dalam rumah tangga lahir dari
kuatnya keimanan didalamnya. Sehingga bila tanggung jawab tersebut tidak
dilaksanakan maka akan muncul masalah penyimpangan atau pelanggaran dari aturan
Allah subhanahu wata’ala. Secara tegas Allah subhanahu wataala memerintahkan
setiap kepala rumah tangga muslim untuk menjaga anggota keluarganya dari api
neraka disamping perintah untuk dirinya sendiri.
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS. 66:6)
Ini adalah tanggung jawab yang besar karena
rentang waktu dan wilayah pertanggung jawabannya sangat luas seluas perintah
dan larangan Allah subhanahu wata’ala. Maka seorang kepala rumah tangga muslim
dituntut untuk menjamin pelaksanaan syariat Allah subhanahu wata’ala didalam
rumahtangganya serta menjauhkan rumahtangga tersebut dari segala sesuatu yang
dilarang Allah subhanahu wata’ala.
Rumahtangga harus mampu menjalankan tanggung jawab
keimanan ini agar anggota keluarga tumbuh dan berkembang menjadi orang-orang
yang beriman dan senantiasa menerapkan nilai-nilai iman itu kedalam
kesehariannya. Sedangkan bila tanggung jawab ini terabaikan bagaimana mungkin
proses penegakan ajaran Allah subhanahu wata’ala dapat terlaksana.
Kita dapat mengambil teladan dari keberhasilan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendakwahi Khadijah radhiyallahu ‘anha
dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang merupakan anggota keluarganya
yang paling dekat. Demikian pula apa yang dirasakan oleh Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhu saat dengan senang hati mengikuti qiyamullail Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau berada di rumah Maimunah radhiyallahu ‘anha.
Tanggung
jawab Maali (Keuangan)
Khusus terhadap kepala keluarga ditegaskan oleh
Allah subhanahu wata’ala ada tanggung jawab yang tidak boleh diabaikan yaitu
tanggung jawab materi untuk memberi nafkah,perlindungan dan tanggung jawab lain
yang memang telah dibebankan Allah subhanahu wata’ala atasnya. Oleh sebab itu
wajarlah bila al qawamah itu diberikan Allah subhanahu wata’ala kepada
laki-laki.
Artinya : Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri[2]
suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[3].
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[4],
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[5].
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Annisaa’ :34)
Ayat diatas juga sekaligus memberikan penjelasan
kepada para wanita atau ibu rumah tangga tentang tanggung jawab yang juga harus
mereka pikul dalam menjalankan rumahtangganya. Bila itu semua dapat terlaksana
maka akan baiklah rumahtangga tersebut.
Pemberian nafkah yang cukup dan ma’ruf adalah
tanggung jawab sebuah rumahtangga sehingga bila tidak dilaksanakan rumahtangga
tersebut dapat diberikan sanksi sesuai dengan tingkat pengabaian atau pelanggaran
yang dilakukan penanggung jawab rumah tangga tersebut.
Tanggung jawab Tarbawi (Pendidikan)
Upaya pengasuhan , pencerdasan dan pendidikan
secara menyeluruh adalah bagian yang tidak dapat ditawar kehadirannya dalam
sebuah rumahtangga Muslim. Karena sudah merupakan kewajiban setiap muslim dan
muslimah untuk membuka diri bagi peningkatan ilmu dan pengetahuannya.
Rumahtangga yang tidak menjalankan tanggung jawab ini hanya akan menghasilkan
generasi yang bodoh atau ketinggalan secara intelektual yang tentu pada gilirannya
tidak dapat menopang sebuah masyarakat yang kokoh pula.
Setiap bangsa saat ini dengan bersemangat
mengangkat kualitas pendidikannya dengan berbagai cara dan menyediakan anggaran
dana yang sangat besar untuk itu. Hal ini tidak lain karena kesadaran akan
pentingnya kualitas diri SDM yang dimilikinya demi kemajuan bangsa tersebut
dimasa yang akan datang.
Setiap rumah tangga patut untuk berusaha
semaksimal mungkin agar semakin banyak akses terhadap pendidikan yang dapat
diraih oleh semua anggota keluarga dan untuk itu rumahtangga harus mencantumkan
dalam anggaran belanjanya aspek pengeluaran untuk pendidikan baik itu formal
maupun non-formal. Keberadaan perpustakaan keluarga adalah hal yang mungkin
paling dekat dengan tanggung jawab ini secara mandiri.
Bila dirujuk lebih lanjut ada tanggung jawab
lainnya yang juga harus diemban Rumah Tangga Muslim seperti Da’awi,Siyasi dan
Iqtishadi namun inti dari semua ini adalah bahwa sebuah rumahtangga adalah
institusi yang memiliki tanggung jawab dalam rangka kemajuannya dan kemajuan
ummatnya bukan hanya sebagai sebuah tempat bersatunya anggota-anggota keluarga
dan melepaskan kebutuhan masing-masing belaka tetapi ada tugas besar yang harus
dijalankan dan sebagiannya wajib dipertanggungjawabkan didunia sebelum pada akhirnya
kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah subhanahu wata’ala. Wallahu
a’lam.
(Maraji’ : Alquranul kariim, Kitab-kitab Sunnah,
Tarbiyatul Aulad fil Islam, Tarbiyatunnasyiil Muslim, Majmuah Rasail Imam Hasan
Al Banna ,Internet dll)
[1] (Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409,
2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi
dalam Sunan-nya: 1705)
[2] Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara
rahasia dan harta suaminya.
[3] Maksudnya: Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk
mempergauli isterinya dengan baik.
[4] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri.
nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[5] Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri yang
dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat
tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak
bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak
meninggalkan bekas. bila cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah dijalankan
cara yang lain dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar