Kamis, 28 Maret 2013

Tanggung Jawab dalam Rumah Tangga Muslim





Pekerjaan besar untuk menjadikan nilai-nilai Islam dan kebenaran menjadi pemimpin dan pengayom ummat tidak dapat dipisahkan dari terbentuknya keluarga-keluarga muslim. Tanpa terbentuknya keluarga-keluarga muslim yang baik tentu tidak dapat dibayangkan munculnya sebuah masyarakat muslim yang baik dan kita cita-citakan. Oleh sebab itu perhatian terhadap pembangunan keluarga muslim adalah suatu hal yang sangat logis, urgen dan strategis dalam pembentukan masyarakat muslim.

Pembangunan dan pengembangan keluarga muslim harus diupayakan secara serius dan menyeluruh karena pada langkah pertama pembangunan ummat ini sudah lahir individu-individu muslim yang sadar dan terbina dengan pembinaan yang juga telah berjalan secara menyeluruh. Pembentukan dan pembinaan individu akan mubazir bila tidak diarahkan kepada wahana aktualisasinya dalam bentuk rumahtangga muslim.

Saat rumahtangga muslim itu terbentuk maka ada tanggung jawab yang harus dipikulnya sehingga mata rantai sebuah cita-cita agung menuju terwujudnya ummat terbaik tidak akan terputus. Tanggung jawab itu berarti sesuatu yang akan menjadi pertanyaan Allah subhanahu wata’ala kelak di akhirat dan setiap rumah tangga muslim akan mendapatkan perhitungan atas pelaksanaan tanggung jawab tersebut. Dalam bahasa Arab disebut “mas-uuliyyah” atau responsibility dalam bahasa Inggris.

Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku mendengar Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wassallam bersabda:

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya : "Ketahuilah bahwa kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin di antara manusia dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga serta anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka. Budak/ pembantu adalah pemimpin dari harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang tentang kepemimpinannya" (HR Bukhari dan Muslim)[1]

Tanggung Jawab Imani (Keimanan)

Tanggung jawab dalam rumah tangga lahir dari kuatnya keimanan didalamnya. Sehingga bila tanggung jawab tersebut tidak dilaksanakan maka akan muncul masalah penyimpangan atau pelanggaran dari aturan Allah subhanahu wata’ala. Secara tegas Allah subhanahu wataala memerintahkan setiap kepala rumah tangga muslim untuk menjaga anggota keluarganya dari api neraka disamping perintah untuk dirinya sendiri.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. 66:6)

Ini adalah tanggung jawab yang besar karena rentang waktu dan wilayah pertanggung jawabannya sangat luas seluas perintah dan larangan Allah subhanahu wata’ala. Maka seorang kepala rumah tangga muslim dituntut untuk menjamin pelaksanaan syariat Allah subhanahu wata’ala didalam rumahtangganya serta menjauhkan rumahtangga tersebut dari segala sesuatu yang dilarang Allah subhanahu wata’ala.

Rumahtangga harus mampu menjalankan tanggung jawab keimanan ini agar anggota keluarga tumbuh dan berkembang menjadi orang-orang yang beriman dan senantiasa menerapkan nilai-nilai iman itu kedalam kesehariannya. Sedangkan bila tanggung jawab ini terabaikan bagaimana mungkin proses penegakan ajaran Allah subhanahu wata’ala dapat terlaksana.

Kita dapat mengambil teladan dari keberhasilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendakwahi Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang merupakan anggota keluarganya yang paling dekat. Demikian pula apa yang dirasakan oleh Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu saat dengan senang hati mengikuti qiyamullail Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau berada di rumah Maimunah radhiyallahu ‘anha. 


Tanggung jawab Maali (Keuangan)

Khusus terhadap kepala keluarga ditegaskan oleh Allah subhanahu wata’ala ada tanggung jawab yang tidak boleh diabaikan yaitu tanggung jawab materi untuk memberi nafkah,perlindungan dan tanggung jawab lain yang memang telah dibebankan Allah subhanahu wata’ala atasnya. Oleh sebab itu wajarlah bila al qawamah itu diberikan Allah subhanahu wata’ala kepada laki-laki.

Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[2] suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[3]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[4], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[5]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Annisaa’ :34)
Ayat diatas juga sekaligus memberikan penjelasan kepada para wanita atau ibu rumah tangga tentang tanggung jawab yang juga harus mereka pikul dalam menjalankan rumahtangganya. Bila itu semua dapat terlaksana maka akan baiklah rumahtangga tersebut.

Pemberian nafkah yang cukup dan ma’ruf adalah tanggung jawab sebuah rumahtangga sehingga bila tidak dilaksanakan rumahtangga tersebut dapat diberikan sanksi sesuai dengan tingkat pengabaian atau pelanggaran yang dilakukan penanggung jawab rumah tangga tersebut.

Tanggung jawab Tarbawi (Pendidikan)

Upaya pengasuhan , pencerdasan dan pendidikan secara menyeluruh adalah bagian yang tidak dapat ditawar kehadirannya dalam sebuah rumahtangga Muslim. Karena sudah merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah untuk membuka diri bagi peningkatan ilmu dan pengetahuannya. Rumahtangga yang tidak menjalankan tanggung jawab ini hanya akan menghasilkan generasi yang bodoh atau ketinggalan secara intelektual yang tentu pada gilirannya tidak dapat menopang sebuah masyarakat yang kokoh pula. 

Setiap bangsa saat ini dengan bersemangat mengangkat kualitas pendidikannya dengan berbagai cara dan menyediakan anggaran dana yang sangat besar untuk itu. Hal ini tidak lain karena kesadaran akan pentingnya kualitas diri SDM yang dimilikinya demi kemajuan bangsa tersebut dimasa yang akan datang.

Setiap rumah tangga patut untuk berusaha semaksimal mungkin agar semakin banyak akses terhadap pendidikan yang dapat diraih oleh semua anggota keluarga dan untuk itu rumahtangga harus mencantumkan dalam anggaran belanjanya aspek pengeluaran untuk pendidikan baik itu formal maupun non-formal. Keberadaan perpustakaan keluarga adalah hal yang mungkin paling dekat dengan tanggung jawab ini secara mandiri.

Bila dirujuk lebih lanjut ada tanggung jawab lainnya yang juga harus diemban Rumah Tangga Muslim seperti Da’awi,Siyasi dan Iqtishadi namun inti dari semua ini adalah bahwa sebuah rumahtangga adalah institusi yang memiliki tanggung jawab dalam rangka kemajuannya dan kemajuan ummatnya bukan hanya sebagai sebuah tempat bersatunya anggota-anggota keluarga dan melepaskan kebutuhan masing-masing belaka tetapi ada tugas besar yang harus dijalankan dan sebagiannya wajib dipertanggungjawabkan didunia sebelum pada akhirnya kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah subhanahu wata’ala. Wallahu a’lam.

(Maraji’ : Alquranul kariim, Kitab-kitab Sunnah, Tarbiyatul Aulad fil Islam, Tarbiyatunnasyiil Muslim, Majmuah Rasail Imam Hasan Al Banna ,Internet dll)



[1]  (Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1705)

[2] Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[3] Maksudnya: Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[4] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[5] Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar